Gunung Penanggungan |
Dikenal memiliki nilai sejarah tinggi
karena di sekujur lerengnya terdapat banyak peninggalan purbakala, baik
berupa candi, pertapaan, ataupun petirtaan. peninggalan sejarah di
gunung penanggungan berasal dari periode Hindu – Buddha di Jawa Timur..
gunung Penanggungan (atau dikenal sebagai gunung Pawitra yang artinya
kabut) terletak di perbatasan Kab. Pasuruan dan Kab. Mojokerto. jika
kita melakukan perjalanan darat Surabaya – Malang, selepas keluar dari
jalan tol Gempol, akan terlihat gunung Penanggungan dengan kondisi
puncaknya yang tandus, tampak seperti miniatur Gunung Semeru.
Gunung Penanggungan berada dalam
pegunungan Penanggungan yang terdiri dari Gunung Penanggungan (1.653
mdpl), dan beberapa bukit yang mengelilinginya yaitu Bukit Bakel (1.238
mdpl), Gajah Mungkur (1.084 mdpl), Sarah Klopo (1.235 mdpl), dan Bukit
Kemuncup (1.238 mdpl). puncak gunung Penanggungan terdiri dari batuan
cadas dan rerumputan. pada malam hari, udara di puncak penanggungan
berkisar antara 10-15 derajat celcius, sedangkan pada siang hari
berkisar antara 15-25 derajat celcius.
Medan yang ditempuh menuju puncak
Penanggungan meliputi medan datar, landai, miring, berbukit, dan
berjurang. di kaki gunung, keadaan medannya landai sampai sekitar 2 km,
naik ke atas kemiringannya berkisar antara 30 sampai 40 derajat. di
bagian perut gunung agak curam, berkisar 40 sampai 50 derajat. sampai di
dada gunung banyak jurang-jurang dengan kemiringan berkisar antara 50
sampai 60 derajat. dari leher sampai puncak kita akan melewati medan
curam berbatu, licin, dengan kemiringan berkisar antara 60 -70 derajat.
sampai di puncak, batu-batu cadas akan nampak di sana-sini, dekat dengan
puncak kita akan menemui sebuah goa kecil yang bisa di gunakan untuk
berlindung dari badai.
referensi:
PENINGGALAN SEJARAH
Sekitar tahun 1920-an, terjadi
kebakaran hutan di lereng Penanggungan bagian barat, kebakaran inilah
yang mengawali penemuan puluhan situs arkeologi dan ratusan artefak di
Gunung Penanggungan. Tahun 1925, WF Stuterheim mengadakan penelitian di
Gunung Penanggungan kemudian menyimpulkan makna Penanggungan bagi
masyarakat Jawa kuno. banyaknya bangunan suci di lereng Penanggungan
membuktikan bahwa gunung Penanggungan erat kaitannya dengan tradisi
pemujaan kepada para Dewa atau arwah leluhur. Bangunan suci itu berupa
punden berundak, altar persajian, dan goa pertapaan yang berfungsi
sebagai pelataran tempat dijalankannya ritual – ritual keagamaan Menurut
WF Stutterheim, masyarakat jawa kuno menganggap gunung Penanggungan
sebagai puncak gunung Semeru.
Penjelasan WF Stutterheim itu juga
berdasar pada kitab Tantu Panggelaran. dalam kitab tersebut disebutkan
bahwa Bhatara Guru menugaskan Brahma dan Wisnu untuk mengisi pulau Jawa
dengan manusia. dan karena pulau Jawa selalu di landa goncangan, maka
para dewa memindahkan gunung Mahameru dari India ke Jawa. dalam
perjalanan memindahkan gunung tersebut, bagian Mahameru berguguran
menjadi gunung – gunung yang berjajar di sepanjang pulau Jawa. tubuh
gunung Mahameru diletakkan agak miring menyandar pada gunung Brahma
(Bromo) dan enjadi gunung Semeru. puncak Mahameru sendiri adalah gunung
Penanggungan. (cerita lain menyebutkan bahwa gunung penanggungan
merupakan puncak dari gunung Arjuno, para Dewa memotong puncak gunung
Arjuno untuk membangunkan arjuna dari pertapaannya)
VR Van Romondt, seorang arkeolog asal
Belanda yang telah beberapa kali melakukan penelitian di gunung
Penanggungan pada tahun 1951 mencatat terdapat sekitar 81 buah situs
arkeologi di lereng Penanggungan. peninggalan sejarah tersebut telah
banyak yang rusak karena kurangnya perawatan atau akibat bencana alam
(longsor, badai, dll), pada awal era orde baru juga tidak jarang terjadi
pencurian benda-benda arkeologi yang menyebabkan peninggalan sejarah di
lereng Penanggungan semakin berkurang. pada tahun 1991, inventarisasi
lebih lanjut dilakukan oleh DITLINBINJARAH mencatat tersisa sekitar 51
situs sejarah yang bisa di jumpai. Tahun 2010 jumlahnya menjadi sekitar
42.
SAKSI BISU KEJAYAAN MASA LAMPAU
Gunung Penanggungan dianggap suci oleh
masyarakat Jawa kuno, merupakan tempat mensucikan diri bagi para
pertapa, raja-raja, keluarga dan petinggi kerajaan. di kaki gunung
Penanggungan terdapat petirtaan (pemandian) Jolotundo yang dibangun
antara tahun 899-977 M, dan dulu digunakan oleh keluarga kerajaan
Majapahit. sekarang Jolotundo masih mengalirkan air dan berfungsi
sebagai tempat wisata pemandian. masyarakat sekitar percaya bahwa air
yang mengalir di Jaladwara (pancuran air di petirtaan Jolotundo) adalah
amerta (air keabadian) karena berasal dari gunung Penanggungan, yang di
anggap sebagai gunung suci.
Pada masa kejayaan Majapahit, gunung
Penanggungan sering dikunjungi oleh Prabu Hayam Wuruk untuk
bersembahyang atau sekedar menghabiskan waktunya di Jolotundo. bahkan
dalam kekawin Negarakertagama pupuh 58:1 terdapat pujian terhadap gunung
Penanggungan. disebutkan ketika sang Prabu yang suka jalan-jalan
tersebut pulang dari perjalanan keliling Jawa Timur dari Lumajang ke
kerajaannya, dia melewati Pasuruan dan singgah di Cunggrang. di
Ceritakan bahwa dari Cunggrang (yang merupakan asrama para pertapa dan
terletak di tepi lereng Penanggungan), Prabu Hayam Wuruk melihat
pemandangan yang begitu indah dari gunung Penanggungan. bangunan suci di
Penanggungan sebenarnya sudah ada sejak masa pra Hindu – Buddha,
berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap arwah leluhur. pada masa
Hindu – Buddha, bangunan tersebut beralih fungsi menjadi tempat pemujaan
terhadap para Dewa. pada masa kejayaan Majapahit, para pertapa dan
masyarakat banyak membangun lagi tempat pemujaan Dewa. tak heran
Penanggungan menjadi gunung yang kaya akan situs arkeolgi
Jalur Pendakian:
1. Jalur Trawas
dari arah Surabaya atau Malang, naik
bus dan turun di terminal Pandaan. terus naik angkot jurusan Trawas.
dari Trawas kita bisa naik ojek menuju desa Rondokuning. pendakian
dimulai dari Rondokuning melewati jalan setapak hutan. jarak Rondokuning
– Puncak Penanggungan sekitar 3-4 jam jalan kaki.
2. Jalur Jolotundo
jalur Jolotundo adalah yang paling
sering digunakan, karena jika kita lewat jalur ini kita akan menjumpai
banyak situs-situs arkeologi berupa punden, petilasan, candi, dll..
untuk mencapai Jolotundo dari Trawas kita bisa naik minibus. jarak
antara Jolotundo – Puncak Penanggungan sekitar 3-4 jam.
3. Jalur Ngoro
dari arah Malang atau Surabaya naik bus
dan turun di pertigaan Japanan, setelah itu kita naik minibus jurusan
Ngoro. dari Ngoro kita naik angkutan desa dan turun di desa Jedong.
jalur pendakian yang ditempuh adalah melewati hutan lindung. medannya
cukup landai, tanjakan yang cukup berat akan ditemui setelah kita
melewati candi Wayan. 2 Km menuju puncak kita akan melewati medan dengan
kemiringan sekitar 70-80 derajat. jalur Ngoro lebih sulit daripada
Jolotundo dan Trawas
Penanggungan: kecil-kecil cabe rawit, kaya akan sejarah :)
BalasHapusMonggo mampir di blog saya, ada sedikit cerita mengenai pencarian candi-candi
http://nurulaneh.blogspot.com/2012/10/journey-to-holy-mountain-of-penanggungan.html