Dunia pendidikan saat ini
menuai berbagai kritik tajam karena ketidakmampuannya dalam
menanggulangi berbagai isu penting dalam kehidupan masyarakat. Ranah
pendidikan yang notabene merupakan kawah candradimuka masyarakat untuk
mengetahui, membaca dan mengenal kepribadian, kemampuan diri, dan
kompetensi dirinya, dijadikan kambing hitam pada saat masyarakat tidak
mampu mencapai perubahan dalam kehidupan mereka. Pada tataran prkatis
kehidupan manusia sebenarnya adalah ranah ideal dan signifikan bagi
dunia pendidikan, tapi masalahnya ada pada gerak dan proses ranah itu
sendiri yang belum efektif dan efisien bagi kebutuhan dan keinginan
masyarakat.
Tampaknya kecenderungan masa
depan yang semakin rumit dan kompleks mengharuskan pendidikan untuk
mampu menyiapkan siswa dalam menghadapi dunia nyata (Sutrisno, 2005:
36). Di sekolah, siswa perlu disadarkan tentang harapan yang mereka
pikul, tantangan yang mereka hadapi dan kemampuan yang perlu mereka
kuasai. Akan tetapi upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang
signifikan tanpa didukung oleh guru yang berkualitas (E. Mulyasa, 2007:
5).
Masyarakat / Orang tua murid
pun kadang-kadang mencemoohkan dan menuding guru tidak kompeten, tidak
berkualitas, manakala putra-putrinya tidak bias menyelesaikan persoalan
yang ia hadapi sendiri atau memiliki kemampuan tidak sesuai dengan
kemampuannya.
Rendahnya pengakuan masyarakat
terhadap profesi guru sudah sampai pada titik nadir, hal ini ditandai
oleh fenomena-fenomena sebagai berikut :
- Adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapapun dapat menjadi guru asalkan ia berpengetahuan.
- Kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru.
- Banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi guru, penyalahgunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadinya, sehingga wibawa guru semakin merosot.
Faktor lain yang mengakibatkan
rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru yakni kelemahan
yang terdapat pada diri guru itu sendiri, diantaranya rendahnya tingkat
kompetensi profesionalisme mereka (Moh Uzer Usman, 2001: 3). Penguasaan
guru terhadap materi dan metode pengajaran masih berada dibawah standar.
Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian Balitbang Kemendikbud RI
diantaranya menunjukkan bahwa kemampuan membaca para siswa kelas VI SD
di Indonesia masih rendah. Kegagalan tersebut disebabkan pengajaran guru
hanya mementingkan penguasaan huruf tanpa penguasaan makna.
Menyadari kondisi diatas,
pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan standar
kompetensi dan sertifikasi guru, antara lain dengan disahkannya
undang-undang guru dan dosen yang ditindak lanjuti dengan pengembangan
Rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang guru dan dosen, yang
kesemuanya itu dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme dan
kompetensi guru. Dalam rangka itu pula, pemerintah mengembangkan
berbagai strategi sebagai berikut:
- Penyelenggaraan pendidikan untuk meningkatkan kualitas akademik, kompetensi, dan pendidikan profesi untuk memperoleh sertifikasi pendidik.
- Pemenuhan hak dan kewajiban guru sebagai tenaga professional sesuai dengan prinsip profesionalitas.
- Penyelenggaraan kebijakan strategi dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan dan pemberhentian guru sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualitas akademik, kompetensi maupun sertifikasi yang dilakukan secara merata, objektif, transparan dan akuntabel untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
- Penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian professional.
- Peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas professional.
- Pengakuan yang sama antara guru yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dengan guru yang bertugas pada satuan yang diselenggarakan pemerintah dan pemerintah daerah
- Penguatan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru sebagai pendidik professional.
- Peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban seorang guru.
- Meredefinsi kembali orang tua, masyarakat dan guru dalam tanggung jawabnya pada masalah tri pusat pendidikan (E. Mulyasa, 2007: 9)
Untuk merekayasa SDM guru
berkualitas, yang mampu bersanding bahkan bersaing dengan Negara maju,
diperlukan guru dan tenaga kependidikan professional yang merupakan
penentu utama keberhasilan pendidikan. Hal ini penting, terutama jika
dikaitkan dengan berbagai kajian dan hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa guru memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan
keberhasilan pendidikan dan meningkatkan kualitas pembelajaran serta
membentuk kompetensi peserta didik. Berbagai kajian dan hasil penelitian
sebagaimana dikutip oleh E. Mulyasa (2007: 9) antara lain dikemukakan
sebagai berikut :
- Murphy (1992) menyatakan bahwa keberhasilan pembaharuan sekolah sangat ditentukan oleh gurunya, karena guru adalah pemimpin pembelajaran, fasilitator dan sekaligus merupakan pusat inisiatif pembelajaran. Karena itu guru harus senmantiasa mengembangkan diri secara mandiri serta tidak bergantung pada inisiatif kepala sekolah dan supervisor.
- Supriadi (1998: 178) mengungkapkan bahwa mutu pendidikan yang dinilai dari prestasi belajar peserta didik sangat ditentukan oleh guru, yaitu 34 % pada Negara yang sedang berkembang dan 36 % pada Negara industri.
- Jalal dan Mustafa (2001) menyimpulkan bahwa komponen guru sangat mempengaruhi kualitas pengajar melalui : (1) penyediaan waktu yang lebih banyak pada peserta didik, (2) interaksi dengan peserta didik yang lebih intensif / sering, (3) tingginya tanggung jawab mengajar dari guru. Karena itu baik buruknya sekolah sangat bergantung pada peran dan fungsi guru.
Sehubungan dengan hasil-hasil
penelitian tersebut, sedikitnya terdapat tujuh indicator yang
menunjukkan lemahnya kinerja guru dalam melaksanakan tugas utamanya
mengajar (teaching) yaitu :
- Rendahnya pemahaman tentang strategi pembelajaran
- Kurangnya kemahiran dalam mengelola kelas
- Rendahnya kemampuan melakukan dan memanfatkan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research)
- Rendahnya moyivasi berprestasi
- Kurangnya kedisiplinan
- Rendahnya komitmen profesi
- Rendahnya kemampuan manajemen waktu
Faktor lain yang
mengakibatkan rendahnya profesionalisme guru antara lain disebabkan oleh
: 1) Masih banyaknya guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh.
Hal ini disebabkan oleh sebagian guru yang belajar di luar jam kerjanya
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga tidak memiliki
kesempatan untuk meningkatkan diri, baik membaca, menulis apalagi
membuka internet. 2) belum adanya standar professional guru sebagaimana
tuntutan dinegara-negara maju. 3) kemungkinan disebabkan oleh adanya
perguruan tinggi swasta yang mencetak guru asal jadi, atau setengah
jadi, tanpa memperhitungkan outputnya kelak dilapangan, sehingga
menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesinya. 4)
kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru
tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen
di perguruan tinggi. Berdasarkan kondisi tersebut, sedikitnya terdapat
dua kategori kompetensi yang harus dimiliki guru, yakni :
- Kompetensi professional yaitu kemahiran merancang, melaksanakan dan menilai tugas sebagai guru, yang meliputi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan.
- Kompetensi personal yang meliputi etika, moral, pengabdian, kemampuan social dan spiritual.
Untuk menjadi professional, seorang guru dituntut memiliki minimal lima hal sebagai berikut :
- Mempunyai komitmen pada peserta didik dan proses belajarnya.
- Menguasai secara mendalam bahan/ mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada peserta didik
- Bertanggung jawab memantau hasil belajar peserta didik melalui berbagai cara evaluasi.
- Mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya.
- Seyogyanga merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Guru sebagai salah satu
komponen dalm kegiatan belajar mengajar (KBM), memiliki posisi yang
sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Karena fungsi utama guru
adalah merancang, mengelola, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran.
Di samping itu kedudukan guru dalam kegiatan belajar mengajar juga
sangat strategis dan menentukan. Bersifat strategis karena guru yang
akan menentukan kedalaman dan keluasan materi pelajaran, sedangkan
bersifat menentukan karena guru yang memilih dan memilah bahan pelajaran
yang akan disajikan kepada peserta didik. Salah satu factor yang
mempengaruhi keberhasilan tugas guru ialah kinerjanya didalam
merencanakan/ merancang, melaksanakan dan mengevaluasi proses belajar
mengajar.
Untuk meningkatkan kinerja
guru, terlebih dahulu harus mengetahui fungsi-fungsi guru. Menurut
Suparlan fungsi guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai
pendidik, pengajar, pembimbing dan sebagai pelatih (Suparlan, 2005: 28).
Agar tugas dan tanggung jawab
guru dapat dilaksanakan dengan baik, maka guru harus mempunyai kinerja
yang baik. Kinerja adalah prestasi yang terlihat atau kemampuan kerja
apa yang dicapai (Y.S. Badudu, 1996: 97). Supaya guru dapat menghasilkan
kinerja yang baik, seorang guru harus mempunyai kemampuan, kemauan, dan
usaha dalam kegiatan proses belajar mengajar yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi hasil belajar.
Kinerja guru terkait dengan
iklim organisasi sekolah, iklim dalam suatu lembaga sangat menpengaruhi
penampilan organisasi yang berkaitan dengan motivasi kerja, kinerja dan
produktifitasnya. Para guru biasanya mengharapkan iklim organisasi di
lembaganya mampu menciptakan iklim belajar mengajar yang kondusif.
Dari beberapa penjelasan di
atas paling tidak dapat disimpulkan, bahwa ujung tombak dari setiap
kebijakan atau yang berkaittan dengan pendidikan, akhirnya berpulang
pada makhluk yang bernama guru. Gurulah yang akan melaksanakan secara
operasional segala bentuk pola gerak perubahan kurikulum. Pengembangan
sumber daya guru wajib dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional secara menyeluruh. Kualitas kemampuan guru yang rendah akan
berdampak pada rendahnya mutu pendidikan.
Kinerja seorang guru
dipengaruhi oleh tiga faktor utama. Yaitu, motifasinya, kemampuan dan
ketepatan penugasan. Sedang motivasi kerja guru ditentukan empat factor
yaitu, dorongan untuk bekerja, tanggung jawab terhadap tugas, minat
terhadap tugas dan penghargaan terhadap tugas. Kinerja guru dapat diukur
dari tugas utama guru yaitu kinerja guru dalam mendesain program
penbgajaran dan kinerja guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
Menarik bila penjelasan ini dilanjutkan pembacaannya dalam file PDF
dengan penulis Dra. Siti Asdiqoh. M.Si. dibawah ini. (anugrah).
0 komentar:
Posting Komentar