Minggu, 29 Desember 2013

PROFIL KITA


Pondok Tremas dan Tanah Kelahiran SBY
Laporan: Rahmawati

Desa Tremas yang terletak 11 kilometer dari kota Pacitan, Jawa Timur, memang jauh dari pusat keramaian kota. Desa yang dipagari bukit-bukit kecil melingkar dan dialiri Sungai Grindulu ini ternyata telah melahirkan banyak tokoh agama, ilmuwan dan politikus ternama meski desa ini dikenal sebagai daerah minus. Daerah yang acapkali terkena limpahan Lumpur banjir saat musim penghujan datang ini, siapa sangka bisa melahirkan sosok negarawan berhati lembut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Di desa ini pula ayah orang nomor satu di Indonesia ini mengajar. Dan lahir, tokoh-tokoh terkemuka lainnya seperti Prof DR Mukti Ali, mantan Menteri Agama RI, dan Kiai Sahal, pendiri Pesantren Gontor.

Berbeda dengan pondok pesantren yang pada umumnya menggunakan istilah bahasa arab, sejak berdiri 1825 Pondok Tremas tetap mengambil nama desa. Trem berarti patrem atau senjata semacam keris kecil, Mas berarti emas atau logam berharga yang biasa dipakai sebagai perhiasan wanita. Jadi, Tremas sebenarnya memiliki arti Patrem Emas yang merupakan senjata Ketok Jenggot seorang punggawa Keraton Surakarta yang ditugaskan membuka hutan di sebelah timur Surakarta.
Pondok pesantren sebagai sarana kehidupan agama dan lembaga pendidikan, sangat erat kaitannya dengan sektor-sektor pembangunan lain. Itu sebabnya, keberadaan Pondok Tremas sebagai lembaga sosial keagamaan mempunyai hubungan baik dan memiliki pengaruh besar bagi masyarakat. Terutama, pembangunan melalui masyarakat merupakan cita-cita besar Pondok Tremas yang harus diwujudkan dalam kegiatan para santri sehari-harinya.
Pimpinan Pondok Tremas KH Fu'ad Habib berharap lulusan Pondok Tremas bisa menjadi manusia yang benar-benar Islami. Dalam artian, bisa menjalankan praktek keislaman yang benar, bukan sekadar simbol. Memahami makna Islam yang begitu luas ini, lelaki muda yang biasa disapa Gus Fu'ad tidak menampik anggapan banyaknya orang yang mengatakan diri Islam, membawa nama Islam tapi prilakunya justru bertolak belakang dengan Islam.
Dilihat dari silsilah kepemimpinan Pondok Tremas, Gus Fu'ad merupakan pemimpin periode keenam setelah masa kepemimpinan KH Habib Dimyathi. Meski merupakan generasi penerus ajaran salafiah, alumnus santriwan-santriwati ada pula yang melenceng mengikuti organisasi Islam seperti Muhammadiyah.
"Sebenarnya bukan melenceng ya, Muhammadiyah kan hanya sebuah organisasi, itu sah-sah saja. Justru, pemimpin PP Muhammadiyah sebelum Amin Rais adalah alumni dari kita yaitu Basar Batsir," cetus Gus Fu'ad yang seringkali menemui Presiden SBY di istana untuk berbagi keperluan.
Kedekatan Gus Fu'ad dengan Presiden SBY pun ditengarai dengan kedekatan keluarganya dengan seorang guru pesantren bernama Imam Hadro'I yang tak lain ayah dari SBY. "Dulu Pak Imam Hadro'I sangat dekat dengan guru-guru yang ada di sini, juga tokoh-tokoh masyarakat lainnya. Karena dulu sekitar tahun 1940-1945, mencari guru agama susah, Pak Imam ditarik untuk menjadi tenaga pengajar di sini dengan mata pelajaran Sejarah Indonesia," papar Gus Fu'ad menceritakan rasa kedekatan dengan Bapak Presiden RI.
Dari dulu hingga sekarang tak ada yang berubah dari Pondok Tremas dalam mengambil hati masyarakat. Sampai saat ini Pondok Tremas tidak membangun benteng tinggi dan pagar beton yang membatasi aktifitas para santri dengan masyarakat. Tak ada benteng tinggi, tak ada pagar beton, yang ada hanyalah rasa memiliki masyarakat sekitar terhadap pesantren yang telah membawa harum nama Desa Tremas.
"Dari sejak awal berdirinya, pembangunan pendidikan di sini memang murni hasil swadaya masyarakat. Kita tidak akan pernah lupakan itu," tandas Gus Fu'ad yang selalu membuka pintu lebar-lebar masyarakat sekitar bagi pembangunan pendidikan di sekitar pondok. Dalam sehari, ada sekitar 50 - 60 orang penduduk desa yang datang membantu.
Bahkan, renovasi masjid yang saat ini telah berdiri di area pondok merupakan kreasi seni masyarakat, santri dan alumnus pondok. Di depan masjid, berdiri kokoh menara berwarna hijau yang melambangkan kesejukan dan kedamaian. Sementara itu ditiap-tiap pintu masuk masjid terpahat ukiran hiasan kaligrafi bentuk tsuluts dari warna emas berlatar belakang warna cokelat kayu. Begitu pula dengan ruang mimbar dan hiasan di tepi-tepi dinding masjid berhias tulisan kaligrafi nan indah dan sarat makna.
Menurut Gus Fu'ad, keberadaan masjid Pondok Tremas cukup unik. Karena, tidak banyak masjid yang memiliki penetapan posisi antara matahari dan ka'bah berada dalam selisih 0,0 derajat. "Mungkin itu pengaturan Tuhan. Dan itu penetapan arah kiblat. Dalam Ilmu Falak, itu kan dipakai orang untuk menunjukkan waktu shalat," tukas Gus Fu'ad seraya menceritakan kalau masjid sebelumnya memiliki karikatur matahari dan ka'bah. Dan ketika masjid akan diperbaharui, pihak Departemen Agama tidak mau diam begitu saja, ingin melihat kebenaran apakah arah kiblat tidak berubah. Ternyata, meski direnovasi sedemikian rupa, arah kiblat tidak bergeser sama sekali.
Faktor-faktor pengaruh Pondok Tremas lainnya terhadap pendidikan agama kepada masyarakat sekitar menurut KH Akhid Turmudi, Ro'is Syu'un Ma'hadiyah (Kepala Umum Bidang Kepesantrenan) adalah kegiatan ekstrakurikuler yang dikembangkan seperti olah raga, pramuka, usaha kesehatan masyarakat dan santri (UKMS) dan kesenian. Bahkan, bertepatan dengan peresmian renovasi masjid Pondok Tremas pada 12 April 2006, bakal diluncurkan pula Warung Internet (Warnet) utnuk para santri. Warnet yang menyediakan 16 unit komputer hasil kerja sama Infokom Pemerintah Daerah Kabupaten Pacitan dengan Aqual.com Jakarta bakal mengarahkan lulusan santri pondok menjadi manusia Islami berwawasan teknologi global seperti yang dicita-citakan seluruh pengurus pondok.
Pondok yang menyediakan pendidikan dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga SMA/Madrasah Aliyah memang tidak hanya dihuni masyarakat Desa Tremas, tapi juga dari provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa dan Sumatera bahkan merambah ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Namun berkat kerendahhatian pengurusnya, pondok pesantren yang tiap tahun nyaris dibanjiri sekitar lima ribu calon santri baru, tetaplah pondok yang membumi dengan masyarakat sekitar. RW

0 komentar:

Posting Komentar